Candi Klotok bersembunyi di punggung gunung ‘kecil’. Secara administrasi masuk dalam wilayah Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto. Meskipun ada embel-embel gunung, lokasi ini tak terlalu jauh dari pusat kota. Jaraknya hanyalah empat kilometeran saja ke arah utara.

Gunung ini juga tak terlalu tinggi. Hanya 536 meter dari permukaan laut (mdpl). Sebagian ahli geografi memasukkan gunung ini dalam rangkaian pegunungan Wilis. Kebetulan, Gunung Klotok memang berdekatan dengan Wilis. 

Seperti halnya daerah pegunungan, dominasi hutan lebih terlihat dibanding permukiman. “Permukiman (luasnya) 60 hektare. Sedangkan hutan 83 hektare,” terang Kepala Kelurahan Pojok Erly Maya Muryati kepada Jawa Pos Radar Kediri. 

Juga, masih ada sawah dan ladang. Masing-masing luasnya 56 hektare untuk sawah dan 40 hektare ladang. Sedangkan perkebunan, meskipun ada tapi tak terlalu luas. Hanya lima hektare saja. 

Dengan geografi seperti itu wajar bila penduduk wilayah ini didominasi pedagang, pekerja, dan pegawai pemerintah. Setidaknya bila dibandingkan dengan mereka yang menjadi petani atau pemilik kebun.

Sebelum terjadi penemuan situs yang kemudian disebut sebagai Candi Klotok, wilayah ini sudah memiliki tempat-tempat bersejarah. Sebagian, situs itu dijadikan tempat wisata. Yaitu Goa Selomangleng yang juga tepat berada di punggung gunung. Letaknya juga sangat dekat, tak sampai 1 kilometer dari posisi penemuan candi. Antara goa dan candi itu, diperkirakan memiliki kaitan erat.

Bila Candi Klotok nanti telah menjalani ekskavasi total, dan benar-benar menjadi situs bersejarah yang utuh, nilai Gunung Klotok sebagai daerah bersejarah akan semakin tinggi. Hanya, Pemkot Kediri masih enggan untuk bergerak cepat. Gunung Klotok belum mereka daftarkan sebagai cagar budaya. Menunggu perkembangan ekskavasi yang akan berlangsung beberapa tahap lagi. 

“Kan masih akan dilakukan ekskavasi lanjutan,” jelas Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Nur Muhyar ketika disinggung soal status candi tersebut.

Sayang, proses ekskavasi terpaksa berhenti karena pandemi. Rencananya, proses ekskavasi akan berlanjut bila situasi sudah kondusif. Tentu, proses itu masih akan memakan waktu lama.

Bila menilik dari tahun mulai penelitian dan ekskavasi pertama, waktu yang dijalani sangatlah lama. Situs ini mulai diteliti sejak 1994. Pada 2010, pemkot mengajukan permintaan ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan. Namun, lembaga itu belum siap karena banyak situs lain yang masih diteliti.

Baru pada 2018 berlangsung ekskavasi pertama. Saat itulah BPCB memutuskan bila struktur bangunan dari bata tersebut adalah candi. Temuan lain saat ekskavasi tahun tersebut adalah petirtan. Lokasinya sekitar 500 meter dari candi. 

Setelah itu, BPCB melanjutkan ekskavasinya selama tiga tahun berturut. Yaitu pada 2019, 2020, dan terakhir 2021. Kesimpulan dari temuan sementara itu, Candi Klotok adalah tempat peribadatan. 

“Kalau di candinya belum ada atribut kelompok agama tertentu yang ditemukan,” aku Kepala Unit Penyelamatan dan Pengamanan Cagar Budaya BPCB Jatim Nugroho Harjo Lukito. (rq/fud/bersambung)